BERLIN: (Photo by Sean Gallup/Getty Images)
Jerman memiliki sejarah panjang tentang migrasi. Dari data yang dikumpulkan German Federal Statistic Office pada tahun 2011 dari 80,3 juta penduduk Jerman, 19% atau sekitar 15,96 juta penduduk diantaranya adalah penduduk yang memiliki sejarah migrasi (data diambil setelah tahun 1949 dari setidaknya penduduk yang lahir di luar dan bermigrasi di Jerman, dan lahir di Jerman namun dari orangtua yang lahir di luar Jerman).
Pada awal akhir tahun 1949, Jerman Barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Angka pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jerman sampai dengan 12,1%. Angka pengangguran turun dari 11% pada tahun 1950 ke angka 1% di tahun 1960. Dengan angka pertumbuhan yang terus bertumbuh, Jerman Barat pada saat itu membutuhkan tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Artinya disaat ekonomi terus bertumbuh, industri yang mendorong ekonomi tersebut memerlukan human resource sebagai ‘bahan bakar’ supaya indsutri tetap berjalan. Namun dengan berkurangnya human resource tersebut, hal ini membahayakan pertumbuhan ekonomi Jerman yang sedang on fire.
Pada tahun 1964, Jerman Barat kedatangan guest worker yang datang dari Rodrigues de Sá of Portugal. Guest worker ini adalah pekerja yang datang untuk berkerja di Jerman Barat. Namun mereka tinggal di Jerman Barat hanya sebagai tamu. Pada saat itu guest worker tersebut dipekerjakan pada level unskilled labor (pekerja kasar).
Embargo minyak terjadi pada tahun 1967 berdampak pada ekonomi dunia, tidak terkecuali Jerman Barat. Embargo minyak terjadi ketika negara negara Arab membatasi jumlah produksi minyak atas protes terhadap masuknya negara Israel di wilayah Arab. Pada tahun itu, Jerman Barat mengeluarkan recruitment ban (Anwerbestopp). Recruitment ban atau dalam bahasa Indonesia nya pembatasan penerimaan tenaga kerja baru dikeluarkan untuk pekerja yang berasal dari luar dari European Economic Community, yang kemudian menjadi cikal bakal European Union. Isu recruitment ban tersebut membuat tenaga kerja luar yang sudah berada di Jerman Barat sebelum recruitment ban dikeluarkan, berpikir ulang untuk keluar dari Jerman Barat. Hal tersebut dikarenakan mereka takut tidak bisa kembali ke Jerman Barat kembali untuk berkerja. Pada saat itulah mereka mengajukan short-term stay residence (izin tinggal sementara) untuk dapat terus bekerja di Jerman Barat. Hal itulah yang menjadi cikal bakal warga imigran yang kemudian menjadi wagra negara Jerman salah satunya melalui perkawinan.
“Jerman memiliki sejarah panjang tentang migrasi. Dari data yang dikumpulkan German Federal Statistic Office pada tahun 2011 dari 80,3 juta penduduk Jerman, 19% atau sekitar 15,96 juta penduduk diantaranya adalah penduduk yang memiliki sejarah migrasi”
Ketika reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur terjadi pada tahun 90’an, angka imigran yang masuk ke dalam Jerman kembali bertambah. Hal ini berasal dari kondisi geo-politik Eropa yang terjadi yakni oleh perpecahan di Yugoslavia dan Uni Soviet serta krisis hak asasi manusia di Turki, mendorong para imigran masuk ke dalam Jerman. Kondisi ini terus berlangsung ketika tahun 2000’an Jerman mengeluarkan kebijakan parpor ganda. Paspor ganda ini berarti pemilik paspor Jerman berhak memiliki paspor warga negara selain Jerman.
Economy and Immigration Boost German Jobs
“Perbedaan yang paling mendasar pada tahun 1950 dan sekarang adalah kekurangan tenaga kerja saat ini dikarenakan oleh jumlah rata rata umur warga negara di dalam negeri Jerman sudah semakin makin menua.”
Pada dasarnya yang terjadi pada saat ini tidak jauh berbeda dari tahun 1950. Jerman pada saat ini masih membutuhkan migran untuk menyediakan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Perbedaan yang paling mendasar pada tahun 1950 dan sekarang adalah kekurangan tenaga kerja saat ini dikarenakan oleh jumlah rata rata umur warga negara di dalam negeri Jerman sudah semakin makin menua.
Berbeda antara negara maju dan negara berkembang dapat di lihat dari statistik rata rata umur penduduknya. Warga negara maju memiliki rata rata umur warga negara sangat tua. Maksudnya adalah warga negara maju lebih memilih untuk berkerja dan memiliki keluarga yang kecil (satu suami, satu istri dan satu atau dua orang anak). Salah satu faktor pendorong hal ini adalah kesibukan mereka di dalam pekerjaan, sehingga memilih untuk tidak memiliki keluarga besar. Akibatnya, negara maju kekurangan jumlah wagra negara yang produktif untuk menggantikan generasi diatasnya. Ketika hal itu terjadi, maka negara maju berpotensi mengalami polulasi penuaan, dan berdampak pada sektor ekonomi negara secara makro.
Hal tersebut juga terjadi pada Jerman. Jerman membutuhkan tenaga kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pekerja yang datang dari Eropa Timur seperti Romania, Bulgaria dan Croatia datang ke Jerman untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Selain itu negara yang terkena dampak krisis seperi Yunani, Potugal dan Italia ‘menyumbang’ tenaga kerja migran yang masuk ke Jerman. Menurut koran lokal di Jerman, pada saat tahun 2015 mencatatkan 1,09 juta penduduk yang masuk ke Jerman untuk berkerja.
Germany’s Brutal Immigrant Awakening
“Sebagian besar imigran yang datang sendiri dan tanpa pekerjaan membuat proses adaptasi imigran dengan warga lokal tidak semudah yang diperkirakanya.”
Imigran yang datang ke Jerman tidak melulu mendatangkan hal positif bagi Jerman. Tingkat pendidikan imigran yang rendah diperparah oleh kesenjangan ekonomi antara imigran dan penduduk lokal menyebabkan tingkat kriminalitas menjadi bertambah. Pada saat perayaan tahun baru di Cologne terjadi peristiwa pemerkosaan secara massal dan perampokan warga lokal oleh para imigran. Sebagian besar imigran yang datang sendiri dan tanpa pekerjaan membuat proses adaptasi imigran dengan warga lokal tidak semudah yang diperkirakanya.
Tidak hanya di Jerman, penyerangan seksual dan tingkat kriminalitas juga terjadi di kota lain. Peristiwa lain juga terjadi di Zurich, Hamburg, Oslo dan kota kota lain di Eropa. Kanselir Jerman, Angela Merkel menegaskan bahwa hukum tetap harus ditegakkan. Semua yang terbukti melakukan penyerangan tidak bisa di toleransi dan harus di pulangkan ke negara asal. Pendidikan seks di Norwegia kepada imigran juga dinilai tidak efektif untuk menekan angka kriminalisasi oleh imigran.
Conclusion
Setiap keputusan yang di ambil memiliki dampak buruk dan dampak negatif. Hal ini tidak menjadi masalah selama pengambil keputusan siap terhadap konsekuensi atas dampak negatif yang ditimbulkan. Keputusan yang Jerman ambil dengan mengundang masuk migrasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi memiliki dampak negatif. Mungkin masih banyak dampak negtif atas keputusan ini yang belum diungkapkan oleh media lokal. Namun apapun itu, pertumbuhan ekonomi tetap menjadi prioritas yang harus diambil. Karena dengan pertumbuhan ekonomi, warga negara tetap mendapatkan kesejahteraan dari usaha yang mereka hasilkan. Negara di satu sisi mendapatkan pajak atas kegiatan ekonomi yang berjalan.
Untuk di Indonesia, hal ini tidak terjadi. Indonesia saat ini kelebihan sumber daya manusia. Angka pengangguran di Indonesia masi terbilang tinggi. Hal tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah pemerintah kita untuk membuka lapangan pekerjaan melalui inovasi dan teknologi. Tujuan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat suatu hari harus dilaksanakan. Cepat atau lambat. Sulit atau mudah. Janji kemerdekaan harus di lunasi.
Adrian A Wijanarko, 20 Januari 2016