The Rise of Video Game-Based Movie

_86585130_237c7440-7035-4683-b035-84383ce9ddbe.jpg

Perubahan dari film comic book ke video game bukan nya tidak ada alasan. Bila dianalisis dari sisi manajemen perubahan yang dilakukan pemain Hollywood adalah sesuatu yang sangat masuk akal. Hal tersebut dilakukan untuk menangkap selera new market segment.

Pesona Hollywood dalam mengeluarkan film film berkualitas tidak lagi diragukan. Variasi film semakin beragam, mulai dari drama, action, sci-fi dan sebagainya.

Akhir akhir ini film blockbuster Hollywood di dominasi oleh film film adaptasi dari komik. Dua tokoh utama di dalam film adaptasi komik adalah Marvel dan DC Comic.

Marvel baru saja mengeluarkan film Captain America Civil War yang ‘membalas’ serangan DC Comic yang mengeluarkan film Batman v Superman di layar kaca. Tidak hanya itu sudah banyak film pada tahun-tahun sebelumnya yang di angkat dari komik. Setidaknya ada X-Men, Superman, Spider-Man dan Batman yang bahkan membawa piala oscar pemeran pembantu terbaik di film Dark Knight untuk tokoh Joker yang diperankan oleh Heath Ledger.

was-heath-ledger-s-joker-around-for-longer-than-we-thought-562129.jpg

From Console to Big Screen

Sekarang Hollywood memasuki era baru, yakni adaptasi dari video game. Bukan pada tahun tahun sebelumnya Hollywood tidak memproduksi film yang diadaptasi dari video game. Setidaknya ada beberapa film yang sukses diadaptasi, seperti Resident Evil dan Mortal Combat.

Film-film adaptasi dari video game memiliki record yang tidak begitu baik di layar kaca. Film seperti Final Fantasy (2009), Silent Hill (2006), Lara Croft (2001) dan Super Mario Bros (1993) dapat menjadi contoh nilai merah untuk rapor film adaptasi dari video game.

Namun sekarang telah terjadi pergeseran. Beberapa film dari video game siap di produksi dan dijual di pasar. Setidak nya pada tahun ini film Warcraft, Angry Bird dan Assassin Creed sudah mengantri untuk masuk ke bioskop. Di kedepan nya setidak nya ada beberapa film baru adaptasi video game yang siap di release, seperti Fruit Ninja, Tetris dan Minecraft. Tidak hanya itu, film yang pernah di produksi seperti Resident Evil dan Lara Croft akan kembali di produksi. Film Warcraft pun seperti nya siap untuk dibuat sekuel nya setelah sukses di release tahun ini.

New market to adapt

maxresdefault.jpg

Perubahan dari film comic book ke video game bukan nya tidak ada alasan. Bila dianalisis dari sisi manajemen perubahan yang dilakukan pemain Hollywood adalah sesuatu yang sangat masuk akal. Hal tersebut dilakukan untuk menangkap selera new market segment.

Pada saat 5 tahun terakhir film yang diadaptasi majoritas diangkat dari comic. Hal ini memang menangkap selera pasar generasi Y yang lahir pada tahun 1980-2000. Gen Y tumbuh besar sangat bereratan dengan buku komik. Hal tersebut dapat dianalisis bahwa pada tahun gen Y dibesarkan, teknologi video game belum begitu maju. Buku komik menjadi media entertainment gen Y.

Ketika Gen Y tumbuh dewasa dan sudah memiliki purchasing power, Hollywood menangkap peluang tersebut dan menawarkan ‘nostalgia’ dengan membangkitkan tokoh komik ke dalam layar kaca. Tidak heran penggemar Batman, Spider-Man dan tokoh tokoh komik lain nya didominasi oleh orang dewasa, bukan anak anak.

Saat ini muncul pasar baru. Yakni generasi Z atau generasi milenia. Berbeda dengan gen Y, gen Z ini tumbuh besar bersama tokoh video game yang dimainkan nya. Muncul nya new market segment ini sangat berpengaruh terhadap preferensi dalam memilih tontonan di layar kaca. New market segment berarti perluang Hollywood untuk mendapatkan profit (karena terciptanya demand baru). Oleh sebab itu, Hollywood menangkap perubahan new market segment dengan mengadaptasi film dari video game.

 

Oleh Adrian Wijanarko, 26 Mei 2016.

Tinder: (It’s a match!)making business

Tinder-Travel-App11-820x420.png

“My buddy used it, found a girl, and they’ve been dating since around Easter. They have a totally normal relationship, except that we call her ‘Tinder Girl’.”

Tinder pertama kali di luncurkan pada Oktober 2012 merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Pada bulan Januari 2014, kurang dari 2 tahun setelah peluncuran, aplikasi yang di develop oleh Hatch Lab ini sudah memiliki 10 juta user. Pada bulan Desember 2014 aplikasi ini sudah di unduh sebanyak 40 juta kali dan menghasilkan 1 juta ‘swipe’ per hari.

Apa yang membuat Tinder begitu special dan membedakan dari aplikasi pencarian jodoh yang lain? dan bagaimana strategi yang dilakukan Tinder dalam mengembangkan pencarian berdasarkan Facebook ini?

Stupid-simple swipe

tinder2_3074222b.jpg

Tidak dapat di sangkal bahwa keunggulan Tinder adalah penggunaan yang sangat simple. Cukup dengan ‘swipe’ dan ‘double tap’ pengguna dapat menikmati experience aplikasi ini. Tinder sangat menitik-beratkan kepada user experience untuk consumer.

User experience terdiri 3 komponen yakni look, feel dan usability. Hal tersebut menitikberatkan kepada penggunaan yang simple untuk user. Hal tersebut sampai muncul istilah “go home, lay in bed, eat and Tinder,”. User experience yang mudah sampai membuat Tinder sebuah aktifitas, bukan hanya sekedar merek. Hal tersebut sama istilahnya seperti ‘Google-ing’ dan ‘Facebook-ing’

Selain itu user juga mengakui bahwa sinkronisasi Tinder dengan Facebook adalah sesuatu yang brilliant. Hal ini untuk mencegah munculnya akun palsu yang menjadi masalah experience pada saat menikmati jasa matchmaking.

Chicken-Egg Paradox

24AD07AB00000578-0-image-a-25_1421189663255

Mana yang ada lebih dahulu? Ayam atau telur?

Ketika memulai bisnis dating matchmaking bagimana bisa membuat aplikasi anda dikenal ? Tinder mempertemukan supply dan demand. Ketika supply, yakni perempuan mulai menggunakan Tinder, maka demand dari laki-laki akan muncul.

Perumpamaan nya sama seperti ladies night di tempat malam. Pemilik tempat malam menyediakan minuman pertama gratis dan bebas biaya masuk untuk perempuan. Hal tersebut yang membuat laki-laki datang ke acara tempat malam tersebut.

Hal tersebut yang disadari oleh Tinder. Tinder mendorong para perempuan untuk menggunakan aplikasi ini. Mereka datang ke tiap rumah asrama perempuan perguruan tinggi untuk menambah jumlah aplikasi perempuan di aplikasi ini. Ketika jumlah perempuan yang menggunakan Tinder sudah banyak, maka user laki-laki yang menggunakan tinder semakin bertambah.

Iklan Tinder di YouTube memperlihatkan pesan yang ingin disampaikan perusahaan kepada user. Pemeran utama iklan adalah perempuan. Hal tersebut yang mendorong laki-laki untuk menggunakan Tinder, karena ada pengguna perempuan di dalamnya.

 

India Advertising Case: Evolving of Indian Society

Budaya perjodohan di India harus dilakukan dari orang tua. Pada awalnya site matchmaking di India seperti shaadi.com, orang tua dilibatkan di dalam proses perjodohan. Ketika perempuan ingin date dengan laki-laki yang dipertemukan dari site tersebut, maka orang tua perempuan akan diinfokan. Memang terkesan aneh, namun hal tersebut adalah budaya yang ada di India.

Selain itu, proses perceraian juga dianggap ‘buruk’ di mata masyarakat India. Padahal individu yang single, baik belum menikah dan sudah cerai adalah target dari perusahaan matchmaking ini. Namun pada iklan shaadi.com memperlihatkan perubahan masyarakat di India. Pada iklan tersebut terlihat bahwa perempuan yang cerai di dorong oleh keluarga nya untuk kembali menikah. Dan bagaimana perjodohan dapat terjadi, adalah dengan menggunakan site shaadi.com.

 

Tinder melihat bahwa orang tua merupakan influence dari perjodohan di India. Dan ketika Tinder mengeluarkan iklan, memperlihatkan bahwa orang tua dilibatkan di dalam proses penjodohan anaknya.

 

Oleh Adrian A Wijanarko