Brand emotion in EURO 2016 euphoria
Event Euro 2016 telah memasuki tahap final. Final yang akan diselenggarakan di Paris akan mempertemukan tuan rumah, France dengan tim yang tidak terduga untuk terus melaju sampai babak final, yakni Portugal. Diluar persaingan 22 orang pemain yang berada di dalam lapangan, menarik untuk melihat ‘persaingan’ brand yang juga terjadi untuk memperebutkan market share.
Perusahaan dari berbagai belahan dunia telah mengeluarkan dana untuk menginvestasikan brand mereka di dalam event ini. Walaupun jumlah pasti investment dirahasiakan, namun dipastikan perusahaan mengeluarkan jutaan dollar untuk menjadi sponsor pada salah satu turnamen terbesar di dunia.
McDonald’s brand association
Tapi apa untung nya bagi perusahaan yang telah mensponsori Euro 2016?
Salah satu benefit yang didapatkan adalah brand recognition. Event Euro 2016 seperti iklan yang berjalan selama hampir satu bulan penuh. Selama event berlangsung, perusahaan sponsor dapat mempromosikan brand mereka secara 24 jam non-stop.
Namun brand recognition tidak cukup bagus. Pada tahap selanjutnya perusahaan sponsor menerapkan brand association khususnya pada faktor emosi.
Ada contoh menarik, yakni iklan McDonald’s pada event Euro 2016. Secara logika, sponsor makanan junk food bertentangan dari event olahraga yang memiliki value kesehatan. Namun dengan marketing yang baik, hal tersebut dapat dibalikkan. Pada contoh iklan McDonald’s seperti contoh diatas, yakni orang yang sedang memegang syal tim yang akan bertanding, yakni pertandingan Sweden vs Italia. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada pertandingan Sweden vs Italia saja. Iklan tersebut biasa nya terpampang di luar stadium dan di dalam negara yang sedang akan bertanding.
Mungkin hal ini adalah sesuatu yang sederhana. Orang yang memegang syal dua negara yang akan sedang bertanding. Namun hal yang menarik adalah ternyata McDonald’s mencoba mengasosiasikan emosi dengan para fans tim pendukung dengan brand McDonald’s. Hal tersebut menyatakan bahwa McDonald’s mendukung tim yang fans dukung.
ketika saya menonton saluran berita asal France, France 24, saya menyaksikan bahwa interview seberapa jauh brand association mempengaruhi buying decision. Salah satu interview adalah seorang nenek dengan cucu nya. Ketika di interview, nenek tersebut menyatakan bahwa dia baru saja beli produk ice cream McDonald’s untuk cucu nya. Ia menyatakan bahwa mereka dalam keadaan tidak lapar, namun nenek tetap membeli untuk mendukung tim sepak bola mereka, tim France (Di asosiasikan dengan iklan McDonald’s yang membawa euphoria Euro 2016).
Halo Effect
Di artikel yang sudah pernah saya bahas tentang sponsorship yang ada di event Euro 2016 (Euro 2016: Behind the curtain) bahwa ada beberapa perusahaan yang menjadi sponsor pada event ini.
Namun pertanyaan kembali mencuat. Apakah uang yang dikeluarkan untuk sponsorship sudah sepandan dengan benefit yang didapatkan?
Pada artikel surat elektronik Business Insider menyatakan bahwa tidak semua perusahaan mendapatkan benefit yang dengan menjadi sponsor. Pada penelitian yang di adakan di Inggris, peneliti mencoba mencari brand apa saja yang diingat oleh costumer ketika mendengar kata Euro 2016.
Hasil nya menyatakan bahwa pada 10 besar, 6 diantaranya adalah bukan sponsor dari event Euro 2016. Hal ini tentu nya sangat menarik. Perusahaan yang tidak menjadi sponsor ternyata masih di ingat oleh costumer ketika diasosiasikan dengan event Euro 2016. Hal tersebut dinamakan ‘Halo Effect’
6 perusahaan tersebut diantara nya Nike, Master Card, Visa, Heineken, Barclays dan Budweiser. 6 perusahaan tersebut memang tidak mensponsori Euro 2016, namun brand tersebut sudah lama diasosiasikan dengan kegiatan sepakbola lain nya di Eropa. Sebut saja Barclays yang menjadi event liga Inggris. Visa, Master Card, Heineken dan Budweiser menjadi event Champions League. Yang sangat disayangkan nya adalah perusahaan yang menjadi sponsor, yakni Continental, Turkish Airline dan Socar sama sekali tidak dipilih oleh responden.
Namun tentu saja ada goal yang dijalankan setiap perusahaan berbeda beda. Sebut saja goal perusahaan multinational Coca Cola dengan perusahaan milik negara asal Azerbaijan, Socar, berbeda dan tidak bisa ditentukan hanya dari single factor saja.
Oleh Adrian Wijanarko, Jakarta 9 Juli 2016